Program Affiliate Indowebmaker Program Affiliate Indowebmaker

Selasa, 30 Juni 2009

WASPADA Online 06 Sep 04
Oleh A Fatih Syuhud *

Pesan dari Kovensi Partai Demokrat di Boston bulan lalu sangat jelas. Demokrat Amerika murni tidak lagi eksis. Capres John Kerry mencoba sebisanya bersikap seperti Republikan baru. Mengatasi soal Irak dengan tegang dan detail. Kita akan berperang di Irak dengan lebih baik.

Perilaku Partai Demokrat tidak mengejutkan – kalangan konservatif dan liberal memiliki asumsi yang sama. Mereka yang membenci George Bush, menyukai Michael Moore dan terperanjat menyaksikan skandal pelecehan di penjara Abu Ghuraib juga percaya bahwa walaupun mungkin salah menginvasi Irak, “perang ide” jelas sedang terjadi antara Barat yang “beradab” dan peradaban “lain” (Islam di antaranya) yang
terbelakang.
Pertama dipromosikan oleh neokonservatif setelah 11/9, teori perang ide menyatakan bahwa Barat bertempur melawan ortodoksi abad pertengahan, keimanan buta dan fanatisme agama. Pertempuran ini berdasarkan logika, pemisahan sekuler antara Gereja dan Negara, demokrasi, kebebasan dan kehidupan modern dua atau tiga ratus tahun
lalu. Islam dan masyarakat oriental lain (India dan China) belum bertempur dengan peradaban dari dalam; mereka belum menciptakan seorang Voltaire, Diderot atau Rousseau.

Dilema yang terjadi memang ada – ia menyangkut bagian besar pemikiran populasi Barat dan bahkan kalangan intelektual modernis sekuler Timur. Kelompok ini lupa satu poin penting: peradaban-peradaban Timur tidak pernah mengalami kehidupan seperti yang terjadi pada agama Kristen abad pertengahan. Yakni, pemberontakan kalangan puritan
melawan kepausan (papacy) dan kalangan rasionalis melawan purist yang menciptakan perubahan revolusioner di Eropa dan Amerika Utara. Kristen abad pertengahan bagaikan pasar takhayul dan dekadensi di mana hanya ada sedikit ruang bagi terjadinya inovasi dari dalam.

Sebaliknya, Islam memiliki sistem ijtihad (pemikiran independen). India dan China kuno juga memiliki sistem filosofi rasional dan perilaku sosial dalam tubuh keyakinan agama. Lagi pula, pergulatan antara ortodoksi dan inovasi progresif adalah tema yang konstan. Islam memiliki Muktazilah (rasionalis) pada abad ke-10. Empirium
Islam menciptakan banyak saintis, sarjana dan filosof seperti Ibnu Sina (980-1037), Ibnu Rushdi (1126-1198), Al Farabi (870-950) dan Al Kindi. Dikenal sebagai Avicenna di Barat, Ibnu Sina menjadi peletak dasar kedokteran modern. Ibnu Rushdi menemukan kembali mutiara Plato dan Aristotle; Al Kindi dan Al Farabi membuat terobosan baru di
bidang hidrolik dan menemukan simfoni, tonggak dasar musik klasik barat.

Keempat sarjana ini hanya mewakili spektrum kecil kalangan intelektual yang menciptakan kebangkitan dan pencerahan Islam. Masyarakat barat waktu itu masih barbar, penuh takhayul dan fanatik. Kebangkitan Islam menjadi peletak dasar kebangkitan Barat – hal yang diakui oleh Dante, bapak kebangkitan barat.

Setiap orang tahu bahwa sains modern berkembang melalui konsep helio-sentrik alam. Seandainya Galileo tidak menentang ide geosentrik alamnya Kristen, niscaya Barat masih berkutat dengan anggapan absurd bahwa matahari berputar mengitari bumi. Tetapi apakah Galileo helio-sentris pertama? “Bumi berotasi di porosnya (QS 27:48); bumi berotasi mengelilingi matahari (QS 7:54). Kutipan ayat Quran ini mendahului
teori Galileo delapan ratus tahun. Quran juga menyebutkan: “Langit itu melebar (QS 51:47)”. Sejumlah gambar yang diambil oleh Edwin Hubble di observatorium Mount Wilson pada 1929 menunjukkan terjadinya pelebaran alam, yang mengarah pada teori Bing Bang. Quran mengantisipasi hal ini 14 abad lalu. Tidak sebagaimana Quran, Injil
melawan interpretasi sekuler. Oleh karena itu, kalangan rasionalis Barat harus memutuskan diri dari agama. Kalangan liberal barat kontemporer mendesak muslim moderat untuk melakukan hal yang sama.

Tetapi mengapa mesti memecah agama sedangkan Islam tidak seperti Kristen dan justru mendorong penggunaan akal? Begitu pula, India Brahma, bahkan sebelum Islam, sudah mengenal bahw alam bersifat helio-sentrik. Kalangan avonturir Arab dan Iran menyaring pengetahuan yang pada dasarnya didapat dari India, Cina dan peradaban pagan barat klasik. Berbeda dengan Barat, orang Arab dan Iran tidak pernah
menyembunyikan sumber-sumber asal mereka. Aljabar (algebra) disebut Al Hind (India) dan resep Arab disebut pengobatan Yunani. Selama era abad pertengahan adalah Bhava Misra yang mengajukan teori sirkulasi darah, jauh sebelum William Harvey. Ide demokratik dalam bentuk yang kita kenal sekarang sebenarnya diekspresikan pertama kali oleh Kaisar Islam India dalam karyanya Sulh-I-Kul (damai dan persaudaraan untuk
semua). Ide persamaan sosial, kebebasan individual dan revolusi petani semuanya pernah dibahas dalam bahasa lokal oleh reformis sosial India semacam Shah Waliullah, Pandit Jagannath dan lain-lain.

Permainan yang dimainkan oleh Barat adalah untuk menolak Timur dari sains dan rasionalitasnya sendiri. Ia juga semakin terlibat dalam menciptakan fundamentalisme Islam modern dan berbagai bentuk fasisme lain, yang membuat Timur terus tak peduli pada masa lalu dan kontemporernya. Kelompok konservatif Barat sebenarnya ingin
membangkitkan kembali fanatisme Kristen yang “tercerahkan” ke Timur. Apabila George Bush hendak memerangi tirani dan praduga di Timur Tengah, megnapa pasukan AS di Irak dipaksa membawa Injil dan bukan karya-karya Muktazilah, Ibnu sina atau bahkan karya rasionalis semacam Benjamin Franklin atau Thomas Paine?

Saat ini, modernis Timur yang setengah jadi muncul sebagai tokoh pro-Barat. Kekuatan anti-Barat, sebagai tanggapan, menggunakan fanatisme buta. Skenario yang akan terjadi sungguh menakutkan. Apabila Barat tidak menggunakan jalan dan cara lokal menuju pencerahan Asia dan Timur, maka yang akan terjadi adalah kemenangan barbarisme baik di Timur maupun di Barat.

* Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Agra University,
India.
tulisan ini berasal dari www.fatihsyuhud.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar